Selasa, 06 Juli 2010

Terapi Penyembuhan Leukimia


Leukemia atau yang biasa dikenal dengan kanker darah merupakan sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi yaitu jenis pengobatan dengan menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu atau kombinasi dari dua obat atau lebih. Pada jenis penyakit leukemia tertentu dilakukan terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, menggunakan terapi biologi jenis antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia. Jalan terapi selanjutnya dapat dilakukan melalui radioterapi dengan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sebuah mesin besar mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.
Terobosan terbaru adalah transplantasi sel induk / sel tunas (stem cell). Contoh penggunaan terapi stem cell yang sudah sering didengar adalah tranplantasi sumsum tulang untuk penderita keganasan hematologis seperti leukemia maupun kelainan genetik seperti thalassemia. Kesulitan cara ini adalah pemenuhan syarat mutlak kecocokan HLA (Human Leucocyte Antigent) 100% antara donor dan resipien (penerima). Di samping stem cell dari sumsum tulang, diusahakan pula stem cell dari darah tepi dengan teknik penyaringan tertentu.
Sumber utama stem cell dalam tubuh tampaknya bukan sumsum tulang, melainkan cairan ari-ari (umbilical cord blood). Perkembangan sumber stem cell mencapai ke arah yang lebih baik yaitu dari darah tali pusat. Stem cell dari darah tali pusat cenderung lebih baik, karena lebih “murni” dari perubahan ciri genetik daripada setelah tumbuh dewasa. Perubahan genetik tersebut bisa terjadi oleh pengaruh infeksi ataupun faktor lingkungan (misalnya radiasi). Sel tunas pada ari-ari lebih segar, lebih plastis, dan lebih aktif ketimbang sel tunas dari sumber lain. Meskipun demikian, sel terbaik untuk dijadikan sumber stem cell adalah sel embrionik manusia, yang muncul pada embrio bayi yang berumur sekitar 7 hari. Sel ini merupakan sel-sel blastosit yang paling gesit. Namun, sampai saat ini, pengambilan sel tunas dari sumber ini masih menjadi kontroversi karena hal tersebut sama dengan membunuh sang janin.
Pada umumnya, Stem cell terletak di area tersembunyi yang kurang oksigen pada sumsum tulang. Sel-sel ini muncul ketika tubuh mengalami luka, menuju ke dalam sel otak ketika terjadi stroke, menyelinap ke sel darah merah ketika nyeri akibat leukemia muncul, dan seterusnya. Salah satu kelebihan sel tunas ini yaitu meski disuntik ke berbagai pembuluh darah, ia tak pernah lupa jalan pulang ke sel awalnya (sel yang mengalami cedera). Darah tali pusat juga belum mengandung sel-sel imun yang relatif matur, sehingga reaksi penolakan imunologis lebih rendah. Dengan demikian, darah tali pusat bisa ditransplantasikan ke pasien lain tanpa harus mendapatkan kecocokan HLA 100%. Kecocokan sekitar 60% sudah mampu mencegah reaksi penolakan. Dalam perkembangannya, tentu bukan hanya penyakit darah yang diharapkan bisa diatasi dengan terapi stem cell.
Pengobatan stem cell dilakukan dengan menyuntikkan sel tunas ke dalam sel yang rusak di organ tubuh. Pasien akan mendapatkan stem cell yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari stem cell hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk, pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar